Kisah Indah Pernikahan Seorang Tholib LIPIA di liburan Tengah Semester
-Semoga kisah nyata ini dapat menghibur dan darinya dapat diambil pelajaran-
Alhamdulillaahi robbil 'aalamiin, washsholaatu was salaamu 'alaa asyrofil anbiyaa-i wal mursaliin, wa 'alaa aalihi wa sohbihi ajma'iin. Ammaa ba'd.
Hari terakhir perkuliahan sebelum liburan tengah semester kemarin, Jum'at, 11 November 2016, Abdullah segera bergegas pergi ke Pasar Minggu selepas melaksanakan sholat Jum'at di ma'had, ia membeli tiket bis untuk pulang ke rumahnya di Jawa Tengah. Keberangkatan bis dari Pasar Minggu jam 4 sore, ia pun membeli tiket untuk jadwal tersebut kemudian segera pulang ke tempat tinggalnya -sebuah lembaga di Kebayoran untuk mempersiapkan kepulangannya. Sekitar jam setengah 2 ia sampai ditempat tinggalnya di Kebayoran. Ia tidak punya banyak waktu, ia harus segera berangkat ke Pasar Minggu lagi agar tidak terlambat dari jadwal keberangkatan bis. Abdullah segera mempersiapkan semua yang harus dipersiapkan, pakaian, peralatan mandi, dan lain-lain, dan yang paling penting adalah berkas-berkas untuk mengurus pernikahan yang akan dilangsungkan pada bulan Februari nanti Insya-a Allah.
Ya, Ia akan melangsungkan pernikahannya bulan Februari nanti, dan tujuan dari kepulangannya ini adalah untuk nadhor dan mengkhitbah/melamar calon istrinya yang jarak tempat tinggal mereka berdua sekitar 3 jam lebih perjalanan dengan mobil travel, karena itu Ia tidak punya banyak waktu untuk mempersiapkan segala surat-menyurat pernikahannya karena faktor-faktor tersebut kecuali waktu liburan ini, hal inilah yang ada dibenakknya saat ini, maka ia membawa semua berkas-berkasnya yang diperlukan. Abdullah sudah terbiasa sibuk seperti ini, setiap hari ia mondar-mandir tidak karuan, Kebayoran – ma'had – Tangerang, dan hari Ahadnya ia pergi ke Bekasi, itu semua ia lakukan dalam rangka belajar dan mengajar, dan juga mencari ma'isyah tentunya. Kalau liburan pun juga ia seperti ini, kadang ia pulang ke Jawa Tengah -yang waktu tempuhnya sekitar 10 jam perjalanan dengan bis untuk menyelesaikan suatu urusan, kemudian tak lama dirumah ia pun harus kembali lagi ke Jakarta untuk mengajar. Keterbiasaan seperti ini membuatnya tidak lelah menjalani tuntutan kehidupan, karena memang hidup ini tidak hanya sebatas di masjid-masjid dan ma'had-ma'had saja, melainkan harus mencari rizki untuk menjalani kehidupan ini dan memberikan manfaat kepada umat, itulah kenapa islam di sebut sebagai dinul hayah, agama kehidupan, agama yang dijalankan didalam kehidupan, tidak hanya di masjid-masjid dan ma'had-ma'had saja.
Ya, Ia akan melangsungkan pernikahannya bulan Februari nanti, dan tujuan dari kepulangannya ini adalah untuk nadhor dan mengkhitbah/melamar calon istrinya yang jarak tempat tinggal mereka berdua sekitar 3 jam lebih perjalanan dengan mobil travel, karena itu Ia tidak punya banyak waktu untuk mempersiapkan segala surat-menyurat pernikahannya karena faktor-faktor tersebut kecuali waktu liburan ini, hal inilah yang ada dibenakknya saat ini, maka ia membawa semua berkas-berkasnya yang diperlukan. Abdullah sudah terbiasa sibuk seperti ini, setiap hari ia mondar-mandir tidak karuan, Kebayoran – ma'had – Tangerang, dan hari Ahadnya ia pergi ke Bekasi, itu semua ia lakukan dalam rangka belajar dan mengajar, dan juga mencari ma'isyah tentunya. Kalau liburan pun juga ia seperti ini, kadang ia pulang ke Jawa Tengah -yang waktu tempuhnya sekitar 10 jam perjalanan dengan bis untuk menyelesaikan suatu urusan, kemudian tak lama dirumah ia pun harus kembali lagi ke Jakarta untuk mengajar. Keterbiasaan seperti ini membuatnya tidak lelah menjalani tuntutan kehidupan, karena memang hidup ini tidak hanya sebatas di masjid-masjid dan ma'had-ma'had saja, melainkan harus mencari rizki untuk menjalani kehidupan ini dan memberikan manfaat kepada umat, itulah kenapa islam di sebut sebagai dinul hayah, agama kehidupan, agama yang dijalankan didalam kehidupan, tidak hanya di masjid-masjid dan ma'had-ma'had saja.
Kita kembali ke Abdullah. Sudah jam 2 kurang lima menit. Ia segera pergi ke stasiun Kebayoran untuk naik kereta ke Pasar Minggu. Dalam perjalanan menuju stasiun ia sempatkan mampir ke toko untuk membeli perbekalan perjalanan dan makanan. Sampailah ia di stasiun. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya kereta pun datang. Ia pun memasukinya. Berjalanlah kereta hingga sampai di stasiun Tanah Abang. Abdullah turun untuk transit ke kereta tujuan Pasar Minggu. Akhirnya setelah jam 3 lewat beberapa menit ia sampai di Pasar Minggu. Ia mencari masjid untuk melaksanakan sholat ashar. Setelah selesai melakukan sholat ashar ia segera bergegas ke tempat pemberangkatan bis. Alhamdulillah, Abdullah tidak terlambat. Perjalanan pun dimulai dengan segala keletihannya bagi orang yang tidak terbiasa dengan perjalanan yang jauh dan lama. Tapi itu semua tidak ada dalam kamus kehidupan Abdullah, karena ia sudah terbiasa dengan yang seperti itu.
Singkat cerita ia sudah berbincang-bincang dengan keluarganya selepas sholat shubuh di kampungnya di Jawa Tengah. Ia sampai di terminal daerahnya sekitar jam 3 dini hari tadi, ayahnya yang menjemputnya dari terminal. Sabtu pagi ini, Abdullah dan keluarganya mempersiapkan apa-apa yang perlu dipersiapkan untuk acara nadhor dan khitbah besok, berupa lapor-melapor kepada perangkat desa, undangan kepada mereka dan beberapa orang tetangga untuk mengikuti acara khitbahnya, juga oleh-oleh yang harus dibawa dan serahan untuk khitbahnya besok berupa sejumlah mal untuk mengikat hubungan sesuai adat setempat, juga untuk sewa mobil travelnya. Hari Sabtu ini serasa cepat sekali berlalu bagi Abdullah. Malam pun tiba, saatnya ia bermunajat kepada Allah 'Azza wa Jalla, memohon kemudahan dan kelancaran untuk acaranya besok.
Hari Ahad pagi. Abdullah dan semuanya yang bersangkutan dengan acara khitbahnya sudah siap. Mereka pun berangkat. Dekitar jam 10 pagi mereka sampai di tempat yang dituju. Keluarga calon istri menyambutnya dan sudah mempersiapkan semuanya, mulai dari Pak Kyai pimpinan ponpes yang juga tokoh agama daerah tersebut untuk menjadi pemimpin acara, juga ruangan untuk menyambut Abdullah dan keluarganya, sampai dengan ruangan untuk nadhor pun di desain sedemikian rupa menurut syariat islam. Abdullah dan keluarganya berbincang-bincang dengan Pak Kyai dan keluarga calon istri. Selepas perbincangan, Pak Kyai mempersilahkan Abdullah untuk memasuki ruang nadhor yang bertabir, disana Abdullah sudah ditunggu oleh calon istrinya. Mahromnya mengawasi mereka dari balik tabir. Saat-saat yang mendebarkan bagi Abdullah.
Baginya ini adalah suatu yang tidak biasa. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan calon istrinya. Sebelumnya mereka hanya saling mengetahui biodata satu sama lain melalui SMS. Sekarang ia tidak tau harus berbuat apa. Calon istrinya diam tak berkata, membisu. Hanya memandangi Abdullah dari balik cadarnya dengan matanya yang tajam yang seolah mengancamnya. Seperti itu perasaan Abdullah.
Perasaannya semakin tidak karuan. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Mengalir ke pelipis matanya. Baju kokonya basah karena keringat dingin yang keluar dari badannya. Bak keluarnya mata air dari sumbernya. Sarungnya melorot karena goncangan tubuhnya yang gemetar. Belum lagi perasaan malu dan agak nerves karena diawasi para mahrom calon istrinya dari luar tabir. Ia merasa seperti domba yang sedang diawasi serigala dari balik semak-semak. Dengan berat Abdullah menggerakkan bibirnya. Mengucapkan sebuah perkataan, "apa kabar?". Abdullah pun bergetar ketika pertanyaannya itu dijawab. Kursi tempat duduknya bergemeletuk. "Alhamdulillah baikhhhh...", baginya suara itu seperti suara Ratunya burung Bul-bul dari Arab. Dengan suara terbata-bata Abdullah memintanya untuk membuka cadarnya. Dan inilah saat yang paling mencekam bagi Abdullah. Rasa penasaran, agak malu, berdebar-debarnya hati bercampur menjadi satu melangkahi stadium terakhir. Dalam gerak lambat pembukaan cadar dan kedipan matanya, Abdullah membayangkan wajah calon istrinya tersebut. Abdullah bertanya-tanya dalam hati, "seperti apakah dia?". Abdullah melongo dalam gerak lambat, mulutnya menganga. Hembusan angin dari luar jendela menerpa wajah calon istrinya yang telah membuka setengah cadarnya, sehingga membuat matanya berkedip pelan dan membuat kain cadarnya melambai-lambai seolah-olah sedang melambai kepada Abdullah. Abdullah semakin bergoncang. Kursinya yang tadi bergemeletuk sekarang berderit kencang. Sarungnya yang tadi melorot sekarang hampir lepas. A k h i r n y a............., masa kritis ini selesai. Abdullah menutup mulutnya dan membuka matanya. Dan tentu saja mengencangkan sarungnya juga. Wajah calon istrinya sudah terlihat oleh Abdullah dan para ikhwan pembaca tidak boleh tau karena ini bukan hak antum semua, kalau mau seperti Abdullah cepet-cepet nikah... (. Abdullah pun keluar dari ruang nadhor. Wajahnya sumringah, senyam-senyum sendiri mirip orang kampung yang baru dapet hadiah kambing undian jalan kaki 17an. Ia sudah tau wajah dan telapak tangan calon istrinya yang terlukis hiasan-hiasan bermotif bunga dengan krim ekstrak daun pacar arab dipunggung telapak tangannya. Yang sebelumnya ia kira itu adalah penyakit kulit. Karena menurutnya motif bunga itu lebih mirip dengan gambar rangkaian daun ubi rambat. Kurang dari 10 menit. Tapi itu sudah cukup bagi seorang Abdullah.
Baginya ini adalah suatu yang tidak biasa. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan calon istrinya. Sebelumnya mereka hanya saling mengetahui biodata satu sama lain melalui SMS. Sekarang ia tidak tau harus berbuat apa. Calon istrinya diam tak berkata, membisu. Hanya memandangi Abdullah dari balik cadarnya dengan matanya yang tajam yang seolah mengancamnya. Seperti itu perasaan Abdullah.
Perasaannya semakin tidak karuan. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Mengalir ke pelipis matanya. Baju kokonya basah karena keringat dingin yang keluar dari badannya. Bak keluarnya mata air dari sumbernya. Sarungnya melorot karena goncangan tubuhnya yang gemetar. Belum lagi perasaan malu dan agak nerves karena diawasi para mahrom calon istrinya dari luar tabir. Ia merasa seperti domba yang sedang diawasi serigala dari balik semak-semak. Dengan berat Abdullah menggerakkan bibirnya. Mengucapkan sebuah perkataan, "apa kabar?". Abdullah pun bergetar ketika pertanyaannya itu dijawab. Kursi tempat duduknya bergemeletuk. "Alhamdulillah baikhhhh...", baginya suara itu seperti suara Ratunya burung Bul-bul dari Arab. Dengan suara terbata-bata Abdullah memintanya untuk membuka cadarnya. Dan inilah saat yang paling mencekam bagi Abdullah. Rasa penasaran, agak malu, berdebar-debarnya hati bercampur menjadi satu melangkahi stadium terakhir. Dalam gerak lambat pembukaan cadar dan kedipan matanya, Abdullah membayangkan wajah calon istrinya tersebut. Abdullah bertanya-tanya dalam hati, "seperti apakah dia?". Abdullah melongo dalam gerak lambat, mulutnya menganga. Hembusan angin dari luar jendela menerpa wajah calon istrinya yang telah membuka setengah cadarnya, sehingga membuat matanya berkedip pelan dan membuat kain cadarnya melambai-lambai seolah-olah sedang melambai kepada Abdullah. Abdullah semakin bergoncang. Kursinya yang tadi bergemeletuk sekarang berderit kencang. Sarungnya yang tadi melorot sekarang hampir lepas. A k h i r n y a............., masa kritis ini selesai. Abdullah menutup mulutnya dan membuka matanya. Dan tentu saja mengencangkan sarungnya juga. Wajah calon istrinya sudah terlihat oleh Abdullah dan para ikhwan pembaca tidak boleh tau karena ini bukan hak antum semua, kalau mau seperti Abdullah cepet-cepet nikah... (. Abdullah pun keluar dari ruang nadhor. Wajahnya sumringah, senyam-senyum sendiri mirip orang kampung yang baru dapet hadiah kambing undian jalan kaki 17an. Ia sudah tau wajah dan telapak tangan calon istrinya yang terlukis hiasan-hiasan bermotif bunga dengan krim ekstrak daun pacar arab dipunggung telapak tangannya. Yang sebelumnya ia kira itu adalah penyakit kulit. Karena menurutnya motif bunga itu lebih mirip dengan gambar rangkaian daun ubi rambat. Kurang dari 10 menit. Tapi itu sudah cukup bagi seorang Abdullah.
Ia berpindah ke ruang tamu yang hanya bersebelahan dengan ruang nadhor. Pak Kyai segera menanyai Abdullah tentang kecocokannya. Abdullah hanya mengangguk-angguk saja seolah habis terkena sihir semar mesem. Tapi tidaklah mungkin seorang yang kuat imannya dan mentauhidkan Allah terkena sihir. Itu karena kedipan mata tadi mungkin.
Ehm... Setelah Abdullah mengangguk-angguk dan berkata na'am yang artinya setuju dan ridho dengan calon istrinya, Pak Kyai melemparkan pertanyaan yang sama kepada calon istri Abdullah yang berada di balik tabir. Walhasil ia diam. Agak malu-malu mungkin. Tapi Pak Kyai memiliki ilmu tentang ini. Wa idznuhaa ashshomtu. Iya, tanda persetujuannya adalah diam. Kemudian Pak Kyai menanyai Abdullah tentang kapan akan dilangsungkan pernikahannya. "Bulan Februari dengan ijin Allah", kata Abdullah.
Pak Kyai memandang bahwa waktu itu terlalu lama. Ia ingin Abdullah dan calon istrinya berada di zona aman saat ini juga. Karena tidak ada seorang manusia pun yang terlepas dari rayuan setan, sekalipun ia orang yang sholih. Maka Pak Kyai menyarankan agar Abdullah dan makhtubah/calon istrinya menikah saat ini juga, dan menyampaikan juga saran itu kepada wali makhtubah. Wali makhtubah menyetujui saran tersebut. Setelah berfikir akhirnya Abdullah juga setuju dengan pendapat tersebut. Pak Kyai kemudian menanyakan hal yang sama kepada calon istri Abdullah. Ia diam untuk kali keduanya. Tapi.... idznuhaa ashshomtu. Sekarang semua pihak sudah setuju, dan saksi-saksinya adalah para hadirin. Kemudian Pak Kyai meminta mahar kepada Abdullah. Abdullah berfikir sejenak. Belum selesai ia berfikir Pak Kyai memotong dengan mengusulkan mahar 50 atau 60 ribu rupiah saja. Abdullah menyatakan sanggup membayar mahar 100 ribu rupiah. Sang makhtubah menyetujuinya. Mudah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallalaahu 'alaihi wa sallam, "Khoirush shodaaqi aisaruhu", sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Akhirnya........, detik ini juga dilaksanakan pernikahan mereka berdua. Ijab qabul dilaksanakan. Pak Kyai sebagai naib atau wakil dari wali makhtubah menikahkan mereka berdua. Dan para keluarga dan hadirin sebagai saksinya.
"Yaa 'Abdallaah..."
"Labbaiik..."
"Ankahtuka wa zawwajtuka bi (fulaanah) binti fulaan taukiilan bimahr mi-ati aalaaf ruubiyyah."
"Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa linafsii bimahrin madzkuurin haalan."
"Sah para saksi???"
Sahh... Sah... Sahh... Jawab mereka.
[PLAY] Nasyid Ahmad Bukhotir, Zaujatii.... (
Alhamdulillah. Telah terlaksana sebuah pernikahan kecil yang sangat sederhana dan tanpa rencana.
Belum cukup sampai disini kisah Abdullah. Tidak lebih dari 1 jam ia berbincang-bincang dengan istrinya setelah pernikahannya, kemudian ia harus meninggalkannya. Ia kembali pulang ke rumahnya bersama keluarganya ba'da sholat dhuhur untuk sekalian mengurus surat-surat pernikahannya besok di KUA. Abdullah pun pulang bersama keluarganya.
Hari Senin. Abdullah mulai mondar-mandir menyelesaikan surat-surat pernikahannya. Sangat melelahkan. Karena jarak KUA dengan rumahnya cukup jauh. Akhirnya setelah dikiranya bisa untuk diwakilkan, ia pun mewakilkan surat menyurat itu kepada seorang petugas. Abdullah pun segera kembali ke rumah untuk mempersiapkan segala sesuatu. Karena sore ini ia akan kembali lagi ke rumah istrinya untuk menemuinya. Sore itu juga ia menuju ke terminal bis. Tapi Allah memiliki rencana lain untuk Abdullah. Di hari itu tidak ada bis yang menuju ke rumah istrinya kecuali jam 8 malam. Maka ia pun sampai di rumah istrinya tengah malam. Saat semua orang telah beristirahat dari lelahnya siang. Abdullah juga merasa capek karena perjalanan. Istrinya juga langsung tidur selepas menyambut kedatangan Abdullah. Ia tidak sempat berbincang-bincang lama dengan istrinya. Tidak dapat melakukan apa-apa malam ini meskipun ia sudah haama bihaa.
Hari Selasa pagi. Hari ini kedua pengantin baru itu harus berpisah lagi. Berpisah untuk waktu yang cukup lama. Istri Abdullah seorang hafidzoh dan ustadzah yang harus kembali mengajar di sebuah pondok pesantren di Solo. Dan Abdullah besok harus kembali ke Jakarta untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah dan pekerjaanya. Dan waktu liburan lagi untuk Abdullah adalah bulan Februari tahun depan. Itu artinya dua setengah bulan lagi untuk bisa bertemu dengan sang istri. Jadwal kereta api ke Solo hari ini jam setengah 10 pagi. Mereka berdua menuju ke stasiun sekitar jam 8 pagi. Abdullah memesan dua tiket untuk istrinya dan untuk dia yang mengantarnya. Dalam perjalanan menuju Solo, mereka menikmati pacaran halal mereka. Bercanda, berbincang-bincang, makan dan minum berdua. Tentu saja dengan sopan dan menjaga perasaan para ikhwan penumpang kereta yang lain yang masih berpuasa. [PLAY] Nasyid tanpa musik Sri Kapan Kowe Bali... Iyah, seperti itulah. Semoga berpahala.
Akhirnya sampai disini dulu kisah sementara Abdullah. Semoga Allah menyampaikan mereka pada hari yang ditunggu. Syahrul 'asal (. Dan mengumpulkan mereka didalam surga-Nya, juga kita semua. Amiin.
Hari ini, Kamis malam, 17 November 2016, ketika kisah ini ditulis, Abdullah sudah berada di Jakarta semenjak 1 hari yang lalu. Kami berbincang-bincang. Abdullah berkisah tentang pernikahannya. Hingga kami banyak mengambil faedah dan hikmah dari ini semua. Dan salah satu hikmah, dari hikmah telatnya bis Abdullah ketika Ia ingin kembali menjenguk istrinya pada hari Senin, padahal ia sudah haama bihaa, sangat tampak jelas. Jika seandainya terjadilah apa yang akan terjadi di malam itu kemudian paginya mereka berpisah dan tidak tau kapan harus bertemu lagi, bagaimana menurut pendapat pembaca? Padahal mereka berdua baru beberapa jam kemarin berkenalan dan bertatap muka secara langsung, meskipun kehalalan mereka berdua sudah tidak diragukan lagi. Apakah rasa cinta yang dalam sudah benar-benar terpupuk dalam waktu yang singkat itu? Pasti semua perlu proses bagi manusia. Ana jadi teringat ternak gembalaan yang saling bertemu ditanah lapang kemudian melakukan tindakan yang tidak senonoh (hihihi...) kemudian berpisah begitu saja. MasyaAllah, manusia sungguh mulia. Allah yang mengatur semua itu. Rencana dan aturan-Nya sangat indah. Tidak ada yang bisa menandinginya. Dua bulan kedepan cukup untuk mereka mempelajari satu sama lain, saling menanyakan kabar, dan memupuk cinta serta menumpuk rindu melalui telephone, video call, dan lain-lain. Hingga akhirnya, jika tiba waktunya, mereka telah benar-benar siap. Dan menikah itu bukan hanya sekedar terjadilah apa yang akan terjadi -yang diatas tadi- saja. Masih banyak yang lebih penting dari itu. Menikah itu mendatangkan banyak pahala dan rizki dari Allah. Dan semoga dengan pernikahan mereka itu juga, dapat menjadikan kecintaan mereka kepada Allah semakin bertambah. Amiin.
Sekian. Tidak akan disambung. Karena sudah lain kisahnya di bulan Februari nanti.
Akhirnya, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Kemudian, baarakallaahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fii khoiir.
Penulis : Abu Umar Joko Prastyo.
No comments