Husyaim bin Basyir: Putra Juru Masak yang Ahli Hadits


Namanya adalah Husyaim bin Basyir bin Abu Khazim Qasim bin Dinar. Kunyahnya adalah Abu Mu’awiyah As-Sulami, maula Bani Sulaim.

Ayahnya, Basyir adalah juru masak Al-Hajjaj bin Yusuf. Ia biasa membuat ikan asin dan acar –yang dijadikan lauk makanan. 

Suatu ketika, Husyaim meminta izin kepada ayahnya untuk belajar ilmu hadits, namun si ayah tidak memperkenankan. Sebagaimana orangtua pada umumnya, si ayah minta Husyaim untuk membantu perekonomian keluarga, dan bekerja sebagaimana dirinya. Tetapi Husyaim bersikukuh ingin belajar hadits. Hal ini dikisahkan oleh Abu Ishaq Al-Harbi.

Abu Ishaq Al-Harbi berkata, “Husyaim adalah putra Basyir yang berprofesi sebagai pembuat ikan asin dan acar. Suatu ketika, putranya, Husyaim, ingin sekali belajar hadits, namun dilarang oleh ayahnya. Tetapi Husyaim bersikukuh untuk belajar dan menulis hadits, hingga ia ikut hadir dalam majlisnya Abu Syaibah Al-Qadhi. Ia juga berdiskusi dengan Abu Syaibah dalam persoalan fikih.

Suatu hari, Husyaim jatuh sakit. Lalu Abu Syaibah bertanya, “Apa yang dilakukan oleh pemuda yang biasa datang ke majlis kita?” 

Para hadirin menjawab, “Dia sedang sakit.” 

“Mari kita menjenguknya.” Kata Abu Syaibah. 

Seluruh hadirin pun berdiri dari majlisnya, dan pergi menjenguk Husyaim.

Setibanya di rumah Basyir, mereka menemui Husyaim. Sementara itu, Basyir, si ayah, didatangi oleh seseorang ketika sedang membuat ikan asin. Ia berkata, “Temuilah putramu, karena ia sedang dijenguk oleh Qadhi Abu Syaibah.” 

Basyir pun pulang ke rumah ketika Qadhi masih berada di rumahnya.

Setelah Qadhi keluar, Basyir berkata kepada putranya, “Wahai anakku, dulu aku pernah melarangmu untuk mencari hadits. Tetapi sekarang, aku tidak akan mencegahmu lagi. Qadhi telah mendatangi rumahku; sesuatu yang yang sudah lama aku dambakan?”

Demikianlah kemuliaan yang didapatkan oleh pencari dan penghafal hadits, yang karena si ayah mendukung putranya.

Kegigihan dan kesungguhan Husyaim dalam mencari hadits ini mendapatkan pengakuan dari rekan-rekan sezamannya, hingga Al-Harbi mengatakan, “Para penghafal hadits (huffazhul hadits) ada empat; Husyaim adalah syaikh mereka.” 

Abdullah bin Ahmad berkata, “Ayahku pernah berkata kepadaku, “Husyaim adalah orang banyak bertasbih ketika sedang menyampaikan hadits. Di sela-sela itu, ia juga mengucapkan, ‘La ilaha illallah” dengan memanjangkan suaranya. 

Husyaim juga dikenal sebagai penghafal hadits yang banyak. Muhammad bin Hatim Al-Muaddib berkata, “Husyaim pernah ditanya, “Berapa banyak Anda menghafal hadits wahai Abu Mu’awiyah?” Husyaim menjawab, “Dalam satu majlis saya bisa hafal seratus hadits. Seandainya setelah satu bulan aku ditanya tentang hadits-hadits tersebut, pasti akan aku jawab.”  

Nashr bin Bassam dan sahabat-sahabat kami pernah berkata, “Kami pernah mendatangi Abu Mahfuzh Ma’ruf Al-Karkhi, lalu ia mengatakan kepada kami, “Aku pernah bermimpi bertemu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam tidurku, lalu beliau berkata kepada Husyaim, ‘Wahai Husyaim, semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu atas jasamu pada umatku” 

Ibnu Bassam kemudian bertanya, “Wahai Abu Mahfuzh, apakah Anda melihat Husyaim (dalam mimpi tersebut)?” 
Ma’ruf menjawab, “Ya. Husyaim lebih baik dari apa yang kita sangka. Husyaim lebih baik dari yang kita duga. Husyaim lebih baik dari yang kita kira. Semoga Allah meridhai Husyaim.”

Selain sebagai ahli hadits, Husyaim juga dikenal sebagai ahli ibadah. Amru bin Aun memberikan kesaksian, “Sepuluh tahun sebelum meninggal dunia, Husyaim shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya’.” 
Demikianlah. Sekalipun sebagai putra dari seorang Basyir, tukang juru masak Al-Hajjaj bin Yusuf yang membuat ikan asin dan acar, tetapi ia bisa menjelma menjadi ahli hadits, yang bahkan didoakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. 

Husyaim meninggal pada hari Rabu, 10 Sya’bah tahun 183 H. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya, dan juga kita.

Akhukum Fillah, Ibnu Abdil Bari

No comments

Theme images by suprun. Powered by Blogger.