Masjid Muhammad Cheng Hoo Masjid Penuh Sejarah


Inilah Masjid Muhammad Cheng Hoo, masjid beraksitektur Tionghoa yang berdiri kokoh di Jalan Tun Abdul Razak di Kabupaten Gowa yang berbatasan langsung dengan Makassar.

Masjid ini juga menampilkan 3 unsur budaya. Yakni, Bugis-Makassar, Cina dan Arab. Agar masjid ini bisa menjadi tempat berbaur semua orang dari kalangan manapun.

Menurut salah satu sumber, Dinamakan Muhammad Cheng Hoo karena terinspirasi oleh seorang panglima laksamana di tahun 1400 an. Dari Kaisar Ming.

Laksamana Cheng Hoo merupakan seorang muslim.  Majalah Life menempatkan laksamana Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir.

Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.

Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini.

Selain itu dia adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya dia dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.

Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.

Armada ini juga terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah.

Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Kapal milik Vasco da Gama dan Christopher Columbus yang dikenal sebagai penakluk dunia nggak ada apa-apanya.

Kalau dibandingkan, gabungan kapal keduanya cuma sebesar satu geladak kapal Cheng Ho. Padahal, pelayaran Cheng Ho dilakukan kurang lebih 100 tahun lebih dulu.

Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan.

Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.


Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.

Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.

Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.

Cheng Ho memang pantas disebut sebagai simbol akulturasi. Sebagai seorang Tiongkok pemeluk islam, dia sukses ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia. Saking berjasanya, jejak-jejak Cheng Ho masih banyak kita temui sampai sekarang.

Rhofiq Feyz
*dari berbagai sumber

No comments

Theme images by suprun. Powered by Blogger.